![]() |
| Gambar hanya ilustrasi |
JENAWI | Pekanbaru - Di sejumlah perusahaan, dinamika internal sering kali menghadirkan tantangan tersendiri dalam menjaga iklim kerja yang sehat dan profesional. Salah satu tantangan yang kerap muncul adalah ketika penilaian terhadap kinerja karyawan tidak sejalan dengan kompetensi yang mereka miliki. Fenomena ini terjadi ketika kedekatan personal dianggap lebih dominan dibandingkan kemampuan dan kontribusi nyata seorang pekerja.
Beberapa pengamat SDM menilai bahwa kondisi tersebut dapat menimbulkan ketidakseimbangan dalam struktur organisasi. Karyawan yang bekerja berdasarkan standar profesional merasa kurang dihargai, sementara individu yang lebih mengutamakan pendekatan non-substantif justru mendapatkan ruang lebih besar. Situasi seperti ini, jika dibiarkan, berpotensi menghambat pertumbuhan perusahaan.
Menurut konsultan manajemen, praktik manajemen modern menekankan pentingnya meritokrasi, yaitu pengambilan keputusan berdasarkan kompetensi, etika kerja, dan pencapaian terukur.
“Organisasi yang sehat biasanya mampu membedakan antara loyalitas yang konstruktif dan loyalitas yang bersifat semu,” ujar seorang analis SDM. “Keduanya memberikan dampak berbeda terhadap arah perusahaan.”
Para ahli sepakat bahwa perusahaan yang ingin berkembang harus meninjau ulang mekanisme evaluasi kinerja, memastikan proses promosi dan penempatan dilakukan secara objektif, serta membangun budaya komunikasi yang terbuka. Tata kelola SDM yang baik tidak hanya menjaga keadilan internal, tetapi juga meningkatkan kepercayaan dan motivasi seluruh karyawan.
Dengan memperkuat prinsip profesionalisme, setiap perusahaan diharapkan dapat menciptakan lingkungan kerja yang lebih harmonis, produktif, dan berorientasi pada capaian jangka panjang. Pada akhirnya, keberhasilan organisasi bukan hanya ditentukan oleh siapa yang dekat dengan manajemen, tetapi oleh kualitas sumber daya manusia yang bekerja dengan integritas dan keahlian.

Komentar
Posting Komentar